Jumat, 18 Juli 2014

Penumpang MH17 Saksikan Horor Saat Rudal Hantam Pesawat?


Kamis pukul 12.15 waktu Amsterdam, Belanda, Malaysia Airlines Penerbangan MH17 lepas landas dari Bandara Schiphol. Boeing 777-200 itu dijadwalkan sampai di Kuala Lumpur pada hari berikutnya pukul 06.10 waktu setempat. Menempuh waktu 13 jam 10 menit.

Namun, baru 4 jam terbang, pihak Malaysia Airlines hilang kontak dengan MH17. Belakangan, kapal terbang itu dinyatakan jatuh akibat ditembak rudal di atas wilayah perbatasan Ukraina dan Rusia yang sedang bergolak. Di koridor wilayah udara internasional.

MH17 terbang di ketinggian 33.000 kaki -- kira-kira setinggi Gunung Everest. Udara ketinggian seperti itu sangat kering. Suhu udara di luar pesawat mencapai minus 40 derajat Celcius.

Tak ada yang tahu apa yang persisnya terjadi pada orang yang ada di dalamnya saat itu. Mungkin 285 penumpang sedang duduk di kursinya masing-masing, sementara pramugari membagikan kudapan dan minuman. Bisa jadi sebagian dari mereka tidur sembari menunggu makan malam, atau santai sambil menonton film.

Seperti apa reaksi mereka saat rudal menghantam pesawat? Para ahli mengatakan, saat insiden tersebut terjadi, kabin diduga tiba-tiba kehilangan tekanan, hanya menyisakan sedikit waktu bagi mereka yang ada di dalamnya untuk mendapatkan oksigen -- sebelum MH 17 hancur.

Mantan pilot Qantas, Graham Dutton, yang pernah secara reguler menempuh rute di atas Ukraina mengatakan, itu adalah jalur penerbangan yang sibuk. Dan tak ada seorang pun yang ada dalam penerbangan tersebut bakal mengetahui rudal sedang menghampiri mereka.

"Mereka tak bakal tahu apa yang akan terjadi," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au, Jumat (18/7/2014).

Dutton menambahkan, pesawat penumpang dianggap terbang dalam kondisi aman melintasi 'hot spot' pada ketinggian 28.000 kaki -- dil uar jangkauan rudal yang digunakan pasukan non-pemerintah.

Mantan analis senjata di Department of Peace Keeping PBB, Ben Rich sepakat bahwa penumpang tak menerima peringatan datangnya rudal.

Ia menambahkan, BUK yang dikendalikan radar -- atau misil SA6 buatan Rusia -- yang membawa hulu ledak ledak tinggi seberat 70 kg, dirancang untuk meledak dalam jarak 20 meter dari target.

Akibatnya, mesin pesawat dan sistem kontrol mati. Kemudian menyebabkan kerusakan sekunder melalui ledakan bahan bakar,  sayap dan badan pesawat pecah.

Rich menambahkan, jenis SA6 -- yang diluncurkan lewat truk adalah satu-satunya tipe rudal yang mampu mencapai ketinggian 10 kilometer untuk menghantan pesawat sipil.

"Mereka yang ada di dalam pesawat tak akan menyadari deti-detik sebelum hantaman rudal."

Sementara, ahli penerbangan sekaligus Direktur Aero Consulting Experts, Bruce Rodger mengatakan, hanya butuh waktu beberapa menit hingga pesawat celaka.  Dugaan itu bisa menjelaskan mengapa tak ada panggilan darurat yang sempat dikirimkan pilot sebelum pesawat ditembak jatuh.

"Waktu untuk pesawat tersebut jatuh dari langit dari ketinggian tersebut, tergantung di mana rudal menghantam -- mesin, sayap-- hanya membutuhkan waktu 3-5 menit," kata dia. "Itu semua tergantung ketinggian dan di bagian mana rudal menghantam pesawat."

Apakah MH17 ditembak jatuh atau hanya jatuh, menurut Rodger, bisa dilihat dari kondisi puing-puingnya.

"Pesawat yang ditembak jatuh, puing-puingnya akan jatuh di area yang luas. Sementara, kapal terbang yang jatuh, pecahannya akan relatif terkumpul -- menyebar di area yang luasnya maksimal sekitar 3 atau empat kali besar lapangan bola."

Seorang pejabat AS mengatakan, intelejen Negeri Paman Sam percaya, rudal ditembakkan dari permukaan tanah ke udara.

Teka-teki yang harus dijawab saat ini, siapa yang tega menembak MH17? Apakah ini kecelakaan, salah sasaran, atau memang menargetkan pesawat sipil yang sarat penumpang. 

sumber :
http://news.liputan6.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar