Selasa, 15 Juli 2014

Din Syamsuddin: Ini Demokrasi, Bukan Perang Badar dan Perang Uhud


Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin prihatin melihat kondisi Pemilu 2014. Sebab, banyak potensi kericuhan yang justru dimunculkan, bukan kondisi damai dan menerima keputusan. Seharusnya, pemilu dapat membuat pergantian pemimpin di sebuah negara menjadi aman. Bukan, sebaliknya menimbulkan potensi kericuhan.

"Pemilu cara beradab untuk mencapai keberadaban politik, maka jangan menjadi kebiadaban politik," kata Din saat bertemu calon presiden Prabowo Subianto di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (15/7/2014).

Din yang kini menjabat pula sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu merasa proses Pilpres 2014 sudah menunjukkan perpecahan bangsa. Menurut Din, polarisasi sangat terlihat. Dan penyebabnya mungkin lantaran calonnya hanya 2.

"Saya pribadi, ini bukan Perang Badar, bukan Perang Uhud tapi proses demokrasi," imbuh Din.

Din mengapresiasi, pernyataan Prabowo yang tidak ingin adanya perang usai pemilu digelar. Hal itu merupakan bentuk jiwa kenegarawanan dan sikap itu yang dibutuhkan Indonesia saat ini.

"Mencerahkan, ibarat tausyiah Ramadan. Ini menunjukkan kenegarawanan dari Pak Prabowo karena bangsa ini membutuhkan negarawan. Mudah-mudahan 22 Juli. Kalau terjadi sesuatu konflik frontal ini malapetaka. Harganya terlalu mahal. Kita perlukan kenegarawanan. Saya kira statement ini sangat diperlukan," tandas Din.
Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah.

Sedangkan Perang Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy pada 22 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi Perang Badar.
 
sumber :
 http://indonesia-baru.liputan6.com/

baca artkel terkait :
Amien Rais: Prabowo-Hatta Pakai Strategi Perang Badar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar